Mengapa Hidden Values Menjadi Penting?
Ilmu bisnis yang kini diajarkan lebih banyak berfokus pada nilai perusahaan yang bersifat tangible dibandingkan intangible. Padahal, seringkali aset yang tidak terlihat ini merupakan pendorong pertumbuhan perusahaan. Sayangnya aset ini cenderung sulit di-valuasi. Investor seringkali mengandalkan intuisi mereka untuk memprediksi nilai perusahaan secara akurat.
Banyak perusahaan yang kini lebih bertumpu pada aset intelektual, misalnya pada sektor teknologi informasi atau farmasi. Perusahaan farmasi tentu mendorong R&D untuk menciptakan obat baru yang lulus uji kesehatan, dapat diproduksi massal, dan mengatasi isu kesehatan tertentu di masyarakat. Tentu butuh waktu beberapa tahun hingga melihat investasi di bidang R&D ini menghasilkan keuntungan.
Kondisi ini membuat sistem akuntansi yang ada saat ini seringkali berbeda dengan apa yang ada di pasar modal. Nilai yang terdapat pada akuntansi umumnya berdasar pada biaya historis dari peralatan dan inventory. Bagaimana dengan teknologi informasi yang saat ini nyaris tidak memiliki inventory? Apalagi pasar kini menilai harga saham dari masa depan arus kas perusahaan, yang sebagian besar terlihat sebagai hidden value.
Bagaimana Cara Menghitung Hidden Values?
Meski para investor biasanya lebih mengandalkan insting atau intuisi untuk melihat seberapa besar hidden value dari perusahaan, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk melihat hidden value dari perspektif akuntansi. Ada beberapa cara untuk menghitung hidden value, kali ini saya akan menampilkan salah satu cara. Berikut cara menghitung hidden value versi Investopedia yang saya modifikasi.
Langkah I
Hitung rata-rata 3 tahun untuk laba sebelum pajak (pretax earning).
Contoh:
Perusahaan televisi BCD menghasilkan pretax earning Rp. 30 miliar, Rp. 36 miliar, dan Rp. 42 miliar. Berarti rata-rata laba sebelum pajak BCD adalah Rp. 36 miliar.
Langkah II
Cek laporan neraca (balance sheet) keuangan dan hitung rata-rata 3 tahun dari tangible assets atau aktiva berwujud.
Contoh:
Asumsi untuk BCD adalah Rp.150 miliar.
Langkah III
Hitung rata-rata return on assets (ROA) 3 tahun yang sedikit dimodifikasi, dengan membagi langkah I dengan langkah II.
Contoh:
Dalam kasus BCD, maka ROA yang diperoleh adalah 24%.
Langkah IV
Untuk jangka 3 tahun, hitung ROA seperti langkah III menurut rata-rata industri.
Contoh:
Anggap saja ROA ini adalah 15%.
Langkah V
Hitung kelebihan ROA dengan mengurangi angka di langkah I dengan hasil kali antara angka di langkah IV dan angka di langkah II.
Contoh:
Rp.36 miliar - (15% (langkah IV) x Rp.150 miliar (langkah II))= Rp. 13,5 miliar.
Langkah VI
Hitung rata-rata pajak pendapatan 3 tahun dan kalikan dengan hasil di langkah V
Contoh:
Anggap asumsi pajak rata-rata 30%, maka: Rp. 13,5 miliar - (30% x Rp. 13,5 miliar) = Rp. 9,45 miliar.
Langkah VII
Hitung NPV (net present value) menggunakan tingkat suku bunga Indonesia. Caranya adalah dengan membagi angka di langkah VI dengan tingkat suku bunga.
Contoh:
Anggap tingkat suku bunga adalah 8%. Berarti NPV dari BCD berarti adalah:
Rp. 1,4 miliar / 8% = Rp.118,125 miliar.
Dari langkah ini, berarti perusahaan BCD memiliki hidden value sebesar Rp.118,125 miliar. Jika melihat nilai tangible asset dari BCD, angka ini mampu memberi kontribusi penambahan aset sebesar 78,75% dari aktiva berwujud. Tentu angka yang cukup besar ya.
No comments:
Post a Comment